PENAJAM, HABAR SAMARINDA BARU -Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (22/02), yang berhasil mengamankan dua orang pekerja seks komersial (PSK) di sebuah guest house di kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kecamatan Sepaku, PPU.
Operasi ini dilakukan sebagai respon atas laporan dari warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, yang merasa resah dengan kehadiran PSK di wilayah mereka. Petugas Satpol PP bekerja sama dengan perangkat desa dan tokoh masyarakat setempat untuk mengamankan dua wanita yang diduga terlibat dalam praktik prostitusi tersebut.
“Kedua PSK itu berinisial RW (38) asal Yogyakarta dan CIS (36) asal Balikpapan. Mereka diamankan saat sedang menggunakan aplikasi online untuk bertransaksi,’ kata Kepala Bidang Ketenteraman dan Ketertiban Umum (Trantibum), Satpol PP PPU, Rakhmadi, Minggu (23/2).
Berdasarkan pengakuan kedua wanita tersebut, mereka menyewa kamar seharga Rp 350.000 per hari dan melayani lebih dari tiga pelanggan setiap harinya. Sebagian besar pelanggan mereka, kata mereka, adalah pekerja buruh di proyek IKN.
Setelah menjalani pemeriksaan, keduanya menandatangani surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut, dan kemudian dipulangkan ke daerah asal masing-masing. Pemilik guest house juga mendapat teguran keras dan diminta untuk lebih selektif dalam menerima tamu.
Rakhmadi menegaskan bahwa operasi ini merupakan bagian dari upaya penegakan Peraturan Daerah (Perda) PPU Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Penanggulangan PSK, serta Perda Nomor 17 Tahun 2009 tentang Ketenteraman dan Ketertiban Umum.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) PPU secara tegas menolak praktik prostitusi, baik yang dilakukan secara konvensional maupun melalui aplikasi online. Ketua Umum MUI PPU, KH Abu Hasan Mubarok, menyatakan bahwa prostitusi adalah perbuatan yang melanggar nilai-nilai agama dan merusak moral serta etika sosial.
“MUI memandang prostitusi sebagai perbuatan yang melanggar nilai-nilai agama, etika, dan moral. Praktik ini merusak martabat manusia dan menimbulkan dampak negatif bagi individu maupun masyarakat,” kata Ketua Umum MUI PPU, KH Abu Hasan Mubarok, Minggu (23/2).
“Penggunaan aplikasi online sebagai sarana prostitusi tidak mengubah status hukumnya yang haram. Justru, hal ini memperluas jangkauan dan mempermudah akses terhadap praktik yang dilarang,” tambahnya.
MUI PPU menyatakan dukungan penuh terhadap upaya aparat penegak hukum untuk memberantas praktik prostitusi online, dan berharap agar kasus-kasus serupa dapat diusut tuntas, tidak hanya menjerat pelaku, tetapi juga pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan tersebut.
Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto